"Lions... Lions... Lions..."
Seruan tersebut seperti terus-terusan bergema malam ini di lapangan football Griffith High School padahal kickoff saja belum dilakukan.
Aku duduk dan menatap ke tengah lapangan dengan tatapan kosong. Cheers melakukan gerakan demi gerakan dalam seragam putih merah mereka, mengayunkan pom-pom ke sana ke mari. Bukan pemandangan yang asing, mengingat betapa seringnya aku melihat para cheers melakukan rutinitas mereka di lapangan yang sama pada hari biasa.
Suara hentakan drum ditambah elu-eluan The Lions terus menggema di kupingku. Ini adalah pertandingan yang ditunggu-tunggu oleh sekolahku, melawan musuh 'bebuyutan' The Golden Bears. Tidak heran semua begitu bersemangat malam ini.
Aku menghela nafas. Alasan pertama dan utamaku datang ke game ini adalah Gaspard. Aku sudah berjanji dengannya dan aku tidak ingin melanggarnya.
Aku mengalihkan pandanganku ke beberapa baris di depanku, pada Marion tepatnya. Aku tidak ingin mengingatnya, tapi begitu saja, semua memori tentang kebersamaanku - yang kini berubah menjadi kebencian - dengan Marion langsung mengalir.
Aku ingat bagaimana seringnya aku duduk di baris tempat Marion duduk. Berdua, bersama, tertawa dan mengomentari para pemain The Lions ketika game berlangsung. Tapi, semua itu bergantikan dengan desisan penuh kebencian yang dilontarkan Marion padaku tadi siang.
Suara elu-eluan juga tepuk tangan yang makin semarak di sekitarku membuatku tersadar akan lamunanku. Aku mendongak dan mendapati pemandangan cheers sudah digantikan dengan The Lions juga The G'Bears yang mengambil posisi mereka masing-masing, begitu pula Gaspard dengan posisi Quaterbacknya.
Ketika Gaspard menoleh sekilas ke arah bangku penonton sebelum kickoff dilakukan, aku tersenyum kecil - walau aku tidak yakin Gaspard dapat menemukanku di antara kerumunan.
Game sudah berlangsung setengah jalan ketika aku memutuskan bahwa aku perlu pergi ke toilet. Lagipula, aku tidak bisa berada di kerumunan orang seperti itu terlalu lama. Aku hanya tidak tahan akan suara terompet, drum, tepuk tangan dan elu-eluan yang seperti tak ada habisnya itu. Kepalaku hanya makin pusing mendengarnya.
Mungkin memang benar apa kata mom, aku memang mirip dengannya. Aku tidak pernah suka keramaian.
Tapi, mungkin aku memang butuh waktu tenang. Perkataan Marion tadi siang serta pengakuan gamblang Gaspard? Aku hanya manusia biasa, aku tidak bisa mencerna keduanya begitu saja dalam satu hari.
Ketika aku beranjak keluar dari toilet perempuan, aku menghela nafas. Riuh rendah supporter The Lions masih dapat terdengar. Bahkan hingga ke main building. Dan, beberapa kali aku dapat mendengar nama Gaspard di elu-elukan.
Okay, mungkin selama ini aku tidak sadar. Tapi, Gaspard memang mempesona. He's not the leader of The Lions, he's just a quaterback. But still, he's charming as hell. Aku tidak pernah menyadari hal tersebut sebelumnya, sampai sore tadi. Sampai pada saat Gaspard menyebut L word itu padaku.
Bodoh? Mungkin.
"Hey."
Aku tersentak kaget, dan untuk sesaat aku merasa jantungku berhenti berdetak. Suara ini.... Bahkan di tengah gelapnya hallway yang hanya diterangi beberapa lampu di dekat emergency exit, aku masih dapat mengenali sosok yang bersandar pada loker, beberapa beberapa kaki di depanku.
Jared.
Apa yang di lakukannya disini?
Seruan tersebut seperti terus-terusan bergema malam ini di lapangan football Griffith High School padahal kickoff saja belum dilakukan.
Aku duduk dan menatap ke tengah lapangan dengan tatapan kosong. Cheers melakukan gerakan demi gerakan dalam seragam putih merah mereka, mengayunkan pom-pom ke sana ke mari. Bukan pemandangan yang asing, mengingat betapa seringnya aku melihat para cheers melakukan rutinitas mereka di lapangan yang sama pada hari biasa.
Suara hentakan drum ditambah elu-eluan The Lions terus menggema di kupingku. Ini adalah pertandingan yang ditunggu-tunggu oleh sekolahku, melawan musuh 'bebuyutan' The Golden Bears. Tidak heran semua begitu bersemangat malam ini.
Aku menghela nafas. Alasan pertama dan utamaku datang ke game ini adalah Gaspard. Aku sudah berjanji dengannya dan aku tidak ingin melanggarnya.
Aku mengalihkan pandanganku ke beberapa baris di depanku, pada Marion tepatnya. Aku tidak ingin mengingatnya, tapi begitu saja, semua memori tentang kebersamaanku - yang kini berubah menjadi kebencian - dengan Marion langsung mengalir.
Aku ingat bagaimana seringnya aku duduk di baris tempat Marion duduk. Berdua, bersama, tertawa dan mengomentari para pemain The Lions ketika game berlangsung. Tapi, semua itu bergantikan dengan desisan penuh kebencian yang dilontarkan Marion padaku tadi siang.
Suara elu-eluan juga tepuk tangan yang makin semarak di sekitarku membuatku tersadar akan lamunanku. Aku mendongak dan mendapati pemandangan cheers sudah digantikan dengan The Lions juga The G'Bears yang mengambil posisi mereka masing-masing, begitu pula Gaspard dengan posisi Quaterbacknya.
Ketika Gaspard menoleh sekilas ke arah bangku penonton sebelum kickoff dilakukan, aku tersenyum kecil - walau aku tidak yakin Gaspard dapat menemukanku di antara kerumunan.
Game sudah berlangsung setengah jalan ketika aku memutuskan bahwa aku perlu pergi ke toilet. Lagipula, aku tidak bisa berada di kerumunan orang seperti itu terlalu lama. Aku hanya tidak tahan akan suara terompet, drum, tepuk tangan dan elu-eluan yang seperti tak ada habisnya itu. Kepalaku hanya makin pusing mendengarnya.
Mungkin memang benar apa kata mom, aku memang mirip dengannya. Aku tidak pernah suka keramaian.
Tapi, mungkin aku memang butuh waktu tenang. Perkataan Marion tadi siang serta pengakuan gamblang Gaspard? Aku hanya manusia biasa, aku tidak bisa mencerna keduanya begitu saja dalam satu hari.
Ketika aku beranjak keluar dari toilet perempuan, aku menghela nafas. Riuh rendah supporter The Lions masih dapat terdengar. Bahkan hingga ke main building. Dan, beberapa kali aku dapat mendengar nama Gaspard di elu-elukan.
Okay, mungkin selama ini aku tidak sadar. Tapi, Gaspard memang mempesona. He's not the leader of The Lions, he's just a quaterback. But still, he's charming as hell. Aku tidak pernah menyadari hal tersebut sebelumnya, sampai sore tadi. Sampai pada saat Gaspard menyebut L word itu padaku.
Bodoh? Mungkin.
"Hey."
Aku tersentak kaget, dan untuk sesaat aku merasa jantungku berhenti berdetak. Suara ini.... Bahkan di tengah gelapnya hallway yang hanya diterangi beberapa lampu di dekat emergency exit, aku masih dapat mengenali sosok yang bersandar pada loker, beberapa beberapa kaki di depanku.
Jared.
Apa yang di lakukannya disini?