"Bitch."
Satu kata itu tampak berdenging dengan keras di telingaku. Satu kata yang dibisikkan oleh Marion pada waktu kami berpas-pasan di toilet. Satu kata yang tidak kuketahui efeknya akan bertahan, hingga sekarang.
Kepalaku pusing dan hatiku sakit. Aku mengenal Marion (begitu menurutku), dia bukanlah tipe yang senang mengumbar kata-kata seperti "Bitch" atau "Whore" dengan mudahnya. Jadi, pasti ada alasan dan aku harap itu adalah alasan yang bagus karena dia baru saja melabeli diriku, mm.. yea, bitch, seperti katanya.
"Kau tidak apa-apa, Al?"
Aku menoleh, di sebelahku Gaspard duduk di depan kemudi setir. Sebelah tangannya memegang roda kemudi, sementara sebelah tangannya lagi bergerak membelai rambutku. Di balik eksteriornya yang cenderung cuek dengan keadaan sekitar, aku bisa merasakan kekhawatiran Gaspard padaku di setiap belaiannya. Aku tersenyum lemah dan menggeleng, menarik tangan Gaspard yang sedang membelai rambutku lembut.
"Aku tidak apa-apa." aku berbohong, lagi.
Dan setiap kali aku berbohong, aku tidak tahan berlama-lama di sisi Gaspard. Aku merasa bersalah padanya, pada hubungan ini. "Aku pulang dulu." ujarku, sembari berbalik hendak membuka pintu mobil dan berlari ke kamarku.
"Al..," tapi aku tidak bisa, Gaspard menahan lenganku dan mau tak mau aku berbalik menghadapnya, "You know I love you. I always do."
"Gaspard..," Aku tak mampu menjawabnya, speechless.
Aku mungkin terbiasa dengan sikap Gaspard yang begitu cuek dan apa ada-nya, atau mungkin (akan) terbiasa dengan sikapnya yang sering mengecupku secara tiba-tiba. Tapi, tidak dengan ini. Aku mengenal Gaspard. Ia tidak akan sembarangan mengucapkan hal seperti ini.
Aku merasakan genggamannya di lenganku melonggar dan ia menarik kembali tangannya. "I just want you to know that."
"Aku...,"
"Allison." Ia meletakkan telunjuknya di bibirku. "Kau tak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan menunggu sampai kau benar-benar yakin pada perasaanmu."
Gaspard menarik nafas dan tersenyum padaku. Aku hanya membalas senyumannya sekilas dan beranjak keluar dari mobil. "Al, kau akan datang kan? Malam ini?"
"Ya." Aku mengangguk, walau aku tidak yakin aku benar-benar ingin menghabiskan malam di luar kamarku hari ini.
"Perlu kujemput?"
"Tidak. Tidak usah." jawabku cepat. "Mm, maksudku, aku tahu kau perlu berkumpul dulu dengan The Lions. Aku akan datang. Aku janji."
"Pastikan kau duduk di tempat dimana aku bisa melihatmu."
Aku tersenyum simpul. Tidak yakin ada tenaga tersisa untuk berbicara lagi. "Sampai nanti, Gaspard." Dan aku berjalan masuk ke dalam rumah.
Tidak melihat ke belakang lagi.
Satu kata itu tampak berdenging dengan keras di telingaku. Satu kata yang dibisikkan oleh Marion pada waktu kami berpas-pasan di toilet. Satu kata yang tidak kuketahui efeknya akan bertahan, hingga sekarang.
Kepalaku pusing dan hatiku sakit. Aku mengenal Marion (begitu menurutku), dia bukanlah tipe yang senang mengumbar kata-kata seperti "Bitch" atau "Whore" dengan mudahnya. Jadi, pasti ada alasan dan aku harap itu adalah alasan yang bagus karena dia baru saja melabeli diriku, mm.. yea, bitch, seperti katanya.
"Kau tidak apa-apa, Al?"
Aku menoleh, di sebelahku Gaspard duduk di depan kemudi setir. Sebelah tangannya memegang roda kemudi, sementara sebelah tangannya lagi bergerak membelai rambutku. Di balik eksteriornya yang cenderung cuek dengan keadaan sekitar, aku bisa merasakan kekhawatiran Gaspard padaku di setiap belaiannya. Aku tersenyum lemah dan menggeleng, menarik tangan Gaspard yang sedang membelai rambutku lembut.
"Aku tidak apa-apa." aku berbohong, lagi.
Dan setiap kali aku berbohong, aku tidak tahan berlama-lama di sisi Gaspard. Aku merasa bersalah padanya, pada hubungan ini. "Aku pulang dulu." ujarku, sembari berbalik hendak membuka pintu mobil dan berlari ke kamarku.
"Al..," tapi aku tidak bisa, Gaspard menahan lenganku dan mau tak mau aku berbalik menghadapnya, "You know I love you. I always do."
"Gaspard..," Aku tak mampu menjawabnya, speechless.
Aku mungkin terbiasa dengan sikap Gaspard yang begitu cuek dan apa ada-nya, atau mungkin (akan) terbiasa dengan sikapnya yang sering mengecupku secara tiba-tiba. Tapi, tidak dengan ini. Aku mengenal Gaspard. Ia tidak akan sembarangan mengucapkan hal seperti ini.
Aku merasakan genggamannya di lenganku melonggar dan ia menarik kembali tangannya. "I just want you to know that."
"Aku...,"
"Allison." Ia meletakkan telunjuknya di bibirku. "Kau tak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan menunggu sampai kau benar-benar yakin pada perasaanmu."
Gaspard menarik nafas dan tersenyum padaku. Aku hanya membalas senyumannya sekilas dan beranjak keluar dari mobil. "Al, kau akan datang kan? Malam ini?"
"Ya." Aku mengangguk, walau aku tidak yakin aku benar-benar ingin menghabiskan malam di luar kamarku hari ini.
"Perlu kujemput?"
"Tidak. Tidak usah." jawabku cepat. "Mm, maksudku, aku tahu kau perlu berkumpul dulu dengan The Lions. Aku akan datang. Aku janji."
"Pastikan kau duduk di tempat dimana aku bisa melihatmu."
Aku tersenyum simpul. Tidak yakin ada tenaga tersisa untuk berbicara lagi. "Sampai nanti, Gaspard." Dan aku berjalan masuk ke dalam rumah.
Tidak melihat ke belakang lagi.